Selasa, 30 April 2013

Eksotisme kebudayaan Indonesia di Saung Angklung mang Udjo


Setelah berlayar tanpa perahu di gunung tangkuban perahu yang melegenda dengan Sangkuriangnya dan dengan panorama yang memukau, kini rombongan school of writer beralih ke tempat yang tak kalah menarik. Saung Angklung mang Udjo atau biasa disingkat SAU ini menyuguhkan salah satu kebudayaan Indonesia yang akan membawa kami kedalam ratusan alunan musik angklung yang menajubkan.  Benar, kini kami berada di Saung Angklung Udjo (SAU) yang berlokasi di jl. Padasuka no 118 Bandung 40192 Jawa Barat. Sesampai di pintu masuk SAU, kami di sambut oleh reseptionis yang sedang berjaga. Seketika memandang sekitarnya, beraneka macam angklung terlihat diberbagai penjuru.   Mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Selain itu berbagai aksesoris khas Indonesia pada umumnya dan SAU pada khususnya. Tetapi Kami tak berlama-lama di situ, selanjutnya kami langsung masuk untuk melihat pertunjukan Bambu di SAU. Kurang lebih pukul 15.30 pertunjukan dimulai yang dihadiri pengunjung baik dari nusantara maupun mancanegara.
Pertunjukan dimulai dengan demonstrasi wayang golek khas tanah Sunda oleh Ki dalang yang diiringi oleh gamelan dan angklung.  Wayang golek khas tanah sunda yaitu  pementasan sandiwara boneka kayu yang menyerupai badan manusia lengkap dengan kostumnya. Ditinjau dari filsafatnya, kata wayang berarti bayangan, merupakan pencerminan dari sifat dalam jiwa manusia, seperti angkara murka, kebajikan, serakah, dll. Dalam setiap pementasannya, wayang selalu membawa pesan moral agar kita selalu patuh pada pencipta dan berbuat baik terhadap sesama. Siapa menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebahagiaan, dan barangsiapa melakukan kejahatan, maka ia akan menanggung akibat.
Berlanjut dari wayang ke Helaran yang dimainkan oleh murid-murid SAU dalam bentuk tari-tarian permainan tradisional, bernyanyi bersama, dan pastinya bermain angklung. Helaran seringkali dimainkan untuk mengiringi upacara tradisional khitanan maupun pada saat upacara panen padi. Angklung yang digunakan adalah angklung dengan nada salendro/ Pentatonis yaitu nada asli angklung sunda yang terdiri atas Da Mi Na Ti La Da. Helaran ini sendiri dimainkan dengan nada yang riang gembira, karena memang ditujukan untuk menghibur dan untuk menunjukkan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat.  
Dibawah ini gambar pada saat helaran untuk upacara khitanan.
   

Setelah Helaran lansung disambung dengan ARUMBA, A untuk Alunan, Rum untuk Rumpun, dan Ba untuk Bambu. Arumba adalah alat musik tradisional terbuat dari bamboo bertangga nada diatonis, dengan tetap menghasilkan nada yang harmonis dan dinamis. Arumba yang telah diciptakan pada tahun 1970-an ini merupakan perpaduan berbagai musik, antara lain pop, rok, jazz dan lain-lain dengan variasi alat-alat musik seperti gamelan, drum, angklung, gitar.
Selanjutnya sajian tari Topeng yang terdiri atas dua babak. Babak pertama (tanpa topeng): laying Kumintir, pembawa berita untuk Ratu Kencana Wungu dari Majapahit, yang sedang menyelidiki keadaan di Kerajaan Blambangan. Babak kedua (memakai topeng): Layang Kumintir menyamar menjadi seorang pria gagah perkasa untuk melawan Prabu Menakjingga. Topeng tersebut mewakili karakter perwatakan manusia. Menakjingga dengan topeng warna merah mewakili karakter yang berangasan, temperamental dan tidak sabaran. Pertunjukan tari topeng ini adalah cuplikan dari pola-pola tarian klasik Topeng Kandaga, yaitu rangakaian tari topeng gaya Parahyangan yang menceritakan Ratu kencana Wungu yang dikejar-kejar oleh Prabu Menakjingga yang tergila-gila padanya.
Murid-murid SAU memasuki aula SAU dengan berbaris rapih untuk menyanyikan 3 lagu dengan 3 bahasa setelah tari Topeng selesai. Lagu-lagu tersebut yaitu lagu Melati Kenanga dengan bahasa sunda, The Song of Do Re Mi dengan bahasa Inggris dan Burung Kakatua the song of Maluku dengan bahasa Indonesia. Uniknya sajian lagu ini menggunakkan angklung mini yang dimainkan oleh murid-murid yunior dari SAU. Angklung-angklung berukuran minimalis ini tidak hanya dipakai sebagai hiasan, namun dapat dimainka untuk lagu-lagu sederhana. SAU menyajikan sebuah lagu anak-anak yang cukup popular dibanyak Negara, termasuk di Indonesia dan mengajak pengunjung untuk menyanyikan bersama-sama.
Setelah 3 lagu dengan angklung mini berakhir, langsung di susul Angklung Masal Nusantara oleh murid-murid SAU senior dan junior. Pada Angklung Masal Nusantara ini disajikan 5 buah lagu yang berasal dari Nusantara, Diantaranya Bengoeng jeumpa dari NAD, Paktipak Tipung dari Sumatra, Kincir-kincir dari Jakarta, Cublak-cublak suweng dari Jawa Tengah, dan  Yamko rambe yamko dari Papua.
Setelah menikmati sajian berbagai alunan angklung, kami di ajak untuk bermain angklung bersama Kang Yayan Udjo. Hanya dalam waktu singkat, kami akan dapat memainkan angklung layaknya para pemain SAU. Dalam sesi Angklung Interaktif, para penonton akan diajak untuk bermain angklung bersama.
 Dalam perkembangannya, angklung mulai dikenal secara luas oleh masyarakat. Permainan angklung yang baik akan tercipta bila diatara pemain terdapat kekompakan agar melodi dalam lagu dapat mengalir dengan indah dan terus berkesinambungan. Karenanya, diharapkan bahwa lewat angklung akan tercipta permainan dunia dengan jalan bermusik karena music adalah universal dan angklung  dapat digunakan sebagai sarana pemersatu untuk mempersatukan segala perbedaan budaya dari Negara yang berbeda pula. Pagelaran Angklung Khusus yang dibuat oleh Bapak Daeng Soetigna (Alm) disambut baik oleh kalangan akademis sebagai suatu alat pembantu pendidikan music dan sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan angklung memiliki sifat 5M:  Mudah, Murah, Mendidik, Menarik, dan Masal.
Acara pegalaran berakhir dengan Angklung Orkestra yang dimainkan oleh murid senior SAU. Angklung sering dimainkan sebagai sebuah orchestra, sering juga dikombinasikan dengan permainan alat music seperti gitar, perkusi dll. Angklung dapat memainkan hampir semua jenis lagu, klasik, kontemporer, pop serta mengiringi vocal. Di satu sisi, keistimewaan angklung adalah alat music yang sangat menarik dibawakan secara masal, di sisi lain permainan angklung yang baik akan tercipta bila diantara pemain terdapat kekompakan. Alunan angklung ini akan membawa penonton bergembira dengan menari bersama murid-murid dari SAU.
Akhir perjalanan kami menyusuri setiap acara di SAU adalah kami lebih mencintai Negara ini. Warisan budaya yang begitu luhur. Dengan Angklung, alat musik yang sederhana bisa mengubah alunan musik apapun menjadi luar biasa. Musiknya dapat menyusuri setiap Negara-negara didunia. Musiknya mengalun memberikan semangat tersendiri. Di SAU ini kami melihat acara dari  pertunjukan wayang golek sampai pagelaran  Angklung Orkestra memang benar-benar memperlihatkan eksotisme kebudayaan Indonesia.

Fenomena Cuaca Tangkuban Perahu



Sekitar pukul 12.30 WIB rombongan school of writer 2 telah sampai di kawasan gunung tangkuban perahu. Seketika itu kami tidak serta merta bisa langsung menikmati pemandangan yang ada di gunung tangkuban perahu. Kami harus menempuh beberapa kilometer untuk menuju kawah ratu dengan menggunakkan bus yang ada di terminal Jayagiri. Terminal ini digunakan untuk area parker bus dan Wara-wiri. Penumpang bus biasanya melanjutkan perjalanan dari terminal Jayagiri ke kawah Ratu menggunakkan angkutan Wara-wiri. Dibutuhkan waktu sekitar 5 menit menuju kawah ratu.
Sesampainya di kawah ratu, kami di sambut oleh pedagang yang menjual buah strawberry, sovenir dll. Kami memilih menyusuri jalanan pada sisi kawah ratu yang terlihat sebagai gundukan bebatuan yang tinggi. seketika itu suhu berubah menjadi lebih hangat dibandingkan ketika masih dibawah gundukan tersebut. Kami terus saja melewati jalanan tersebut sampai akhirnya kami berada tepat diatas kawah ratu. jika melihat kebawah kami bisa melihat pemandangan kawah ratu yang menawan. Udara dingin kembali ketika  kami  telah menuruni jalanan gundukan tersebut. Tapi sesungguhnya yang menjadi perhatian saya dan beberapa para peserta lain adalah mengapa ketika kami berada di atas gundukan tadi udara begitu hangat dan ketika menuruni gundukan udara kembali dingin. Pertanyaan ini terus berkecambuk dalam hati saya untuk segera menemukan jawabannya.


Saya langsung penasaran ingin mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi. Maka dari itu saya mencari tahu informasi yang ada tentang perbedaan suhu tersebut. Tetapi saya tidak langsung bisa menemukan informasi yang ingin saya dapatkan. Karena beberapa meter kami berjalan, kabut telah menyamarkan penglihatan kami untuk dapat melihat tempat yang mungkin bisa ditemui. Akhirnya saya berkesempatan untuk bertemu dengan salah satu petugas dari kantor informasi Tangkuban Perahu.

Gunung tangkuban perahu adalah salah satu gunung yang terletak di provinsi jawa barat- Indonesia. Sekitar 20km ke arah utara kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh disekitarnya. Gunung ini mempunyai ketinggian setinggi 2.083 meter. Jenis gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah uap belerang. Ada salah satu kawah yang mengandung belerang yang beracun, maka dari itu pengunjung tidah boleh menuruni kawah tersebut. “jika ada pengunjung yang merasa pusing karena terlalu banyak menghisap belerang, kami menganjurkan untuk meminum susu untuk mensterilkan. kami juga menyediakan oksigen untuk berjaga-jaga jika pengunjung ada yang alergi atau sampai pingsan karena belerang. Selama kami bekerja disini, kami belum merasakan efek yang berdampak pada tubuh kami karena setiap hari menghisap belerang. maka dari itu kami disini juga minum susu karena susu dapat mensterilkan tubuh akibat terlalu banyak menghisap belerang.” kata petugas yang sudah 2 tahun ini bekerja di Kantor informasi gunung Tangkuban perahu.
Mengenai perbedaan cuaca itu karena di daerah pinggiran sisi kawah ratu agak tinggi daripada di daerah bawah kawah ratu. Daerah gundukan yang berada di pinggiran kawah ratu lebih tinggi dibandingkan dengan dengan yang dibawahnya. Sehingga daerahnya lebih bersuhu hangat. Itu sekelumit informasi yang saya dapatkan. Sejurus kemudian pikiran saya tertuju untuk membuka buku Campbell Biologi agar mendapatkan informasi yang lebih mendetail tentang perbedaan ini.
Ketika udara hangat dan lembab mendekati pegunungan, udara akan naik dan kemudian mengalami pendinginan, membebaskan uap air pada arah tiupan angin di daerah pegunungan tersebut. udara yang dingin menyimpan lebih sedikit uap air dibadingkan dengan udara hangat. Pada arah yang berlawanan dengan arah tiupan angin pada sisi pegunungan tersebut, udara yang lebih sejuk dan kering akan turun, menyerap air dan menghasilkan daerah bayang-bayang hujan. Selain itu, pada lintang tertentu, suhu udara menurun sekitar 6˚C setiap kenaikan ketinggian 1000m, yang serupa dengan penurunan suhu dengan peningkatan lintang. (Campbell.2004 jilid III)
Jadi, keadaan panas akan mengalami kenaikan dan  penurunan suhu ketika mendekati pegunungan karena adanya pembebasan uap air pada arah tiupan angin di daerah tersebut. Tetapi walau dalam suhu yang panas, kami tetap bersemangat berfoto meski banyak mata yang merem-melek karena silau. 

Benar-benar fenomena pegunungan yang menajubkan!