Setelah berlayar tanpa perahu di gunung tangkuban perahu yang melegenda dengan Sangkuriangnya dan dengan panorama yang memukau, kini rombongan school of writer beralih ke tempat yang tak kalah menarik. Saung Angklung mang Udjo atau biasa disingkat SAU ini menyuguhkan salah satu kebudayaan Indonesia yang akan membawa kami kedalam ratusan alunan musik angklung yang menajubkan. Benar, kini kami berada di Saung Angklung Udjo (SAU) yang berlokasi di jl. Padasuka no 118 Bandung 40192 Jawa Barat. Sesampai di pintu masuk SAU, kami di sambut oleh reseptionis yang sedang berjaga. Seketika memandang sekitarnya, beraneka macam angklung terlihat diberbagai penjuru. Mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Selain itu berbagai aksesoris khas Indonesia pada umumnya dan SAU pada khususnya. Tetapi Kami tak berlama-lama di situ, selanjutnya kami langsung masuk untuk melihat pertunjukan Bambu di SAU. Kurang lebih pukul 15.30 pertunjukan dimulai yang dihadiri pengunjung baik dari nusantara maupun mancanegara.
Pertunjukan dimulai dengan demonstrasi wayang golek khas
tanah Sunda oleh Ki dalang yang diiringi oleh gamelan dan angklung. Wayang golek khas tanah sunda yaitu pementasan sandiwara boneka kayu yang menyerupai
badan manusia lengkap dengan kostumnya. Ditinjau dari filsafatnya, kata wayang
berarti bayangan, merupakan pencerminan dari sifat dalam jiwa manusia, seperti
angkara murka, kebajikan, serakah, dll. Dalam setiap pementasannya, wayang
selalu membawa pesan moral agar kita selalu patuh pada pencipta dan berbuat
baik terhadap sesama. Siapa menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebahagiaan,
dan barangsiapa melakukan kejahatan, maka ia akan menanggung akibat.
Berlanjut dari wayang ke Helaran yang dimainkan oleh
murid-murid SAU dalam bentuk tari-tarian permainan tradisional, bernyanyi
bersama, dan pastinya bermain angklung. Helaran seringkali dimainkan untuk
mengiringi upacara tradisional khitanan maupun pada saat upacara panen padi.
Angklung yang digunakan adalah angklung dengan nada salendro/ Pentatonis yaitu
nada asli angklung sunda yang terdiri atas Da Mi Na Ti La Da. Helaran ini
sendiri dimainkan dengan nada yang riang gembira, karena memang ditujukan untuk
menghibur dan untuk menunjukkan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat.
Dibawah ini gambar pada saat helaran untuk upacara
khitanan.
Setelah Helaran lansung disambung dengan ARUMBA, A untuk
Alunan, Rum untuk Rumpun, dan Ba untuk Bambu. Arumba adalah alat musik tradisional
terbuat dari bamboo bertangga nada diatonis, dengan tetap menghasilkan nada
yang harmonis dan dinamis. Arumba yang telah diciptakan pada tahun 1970-an ini
merupakan perpaduan berbagai musik, antara lain pop, rok, jazz dan lain-lain
dengan variasi alat-alat musik seperti gamelan, drum, angklung, gitar.
Selanjutnya sajian tari Topeng yang terdiri atas dua
babak. Babak pertama (tanpa topeng): laying Kumintir, pembawa berita untuk Ratu
Kencana Wungu dari Majapahit, yang sedang menyelidiki keadaan di Kerajaan
Blambangan. Babak kedua (memakai topeng): Layang Kumintir menyamar menjadi
seorang pria gagah perkasa untuk melawan Prabu Menakjingga. Topeng tersebut
mewakili karakter perwatakan manusia. Menakjingga dengan topeng warna merah
mewakili karakter yang berangasan, temperamental dan tidak sabaran. Pertunjukan
tari topeng ini adalah cuplikan dari pola-pola tarian klasik Topeng Kandaga,
yaitu rangakaian tari topeng gaya Parahyangan yang menceritakan Ratu kencana
Wungu yang dikejar-kejar oleh Prabu Menakjingga yang tergila-gila padanya.
Murid-murid SAU memasuki aula SAU dengan berbaris rapih
untuk menyanyikan 3 lagu dengan 3 bahasa setelah tari Topeng selesai. Lagu-lagu
tersebut yaitu lagu Melati Kenanga dengan bahasa sunda, The Song of Do Re Mi
dengan bahasa Inggris dan Burung Kakatua the song of Maluku dengan bahasa
Indonesia. Uniknya sajian lagu ini menggunakkan angklung mini yang dimainkan
oleh murid-murid yunior dari SAU. Angklung-angklung berukuran minimalis ini
tidak hanya dipakai sebagai hiasan, namun dapat dimainka untuk lagu-lagu
sederhana. SAU menyajikan sebuah lagu anak-anak yang cukup popular dibanyak
Negara, termasuk di Indonesia dan mengajak pengunjung untuk menyanyikan
bersama-sama.
Setelah 3 lagu dengan angklung mini berakhir, langsung di
susul Angklung Masal Nusantara oleh murid-murid SAU senior dan junior. Pada
Angklung Masal Nusantara ini disajikan 5 buah lagu yang berasal dari Nusantara,
Diantaranya Bengoeng jeumpa dari NAD, Paktipak Tipung dari Sumatra,
Kincir-kincir dari Jakarta, Cublak-cublak suweng dari Jawa Tengah, dan Yamko rambe yamko dari Papua.
Setelah menikmati sajian berbagai alunan angklung, kami
di ajak untuk bermain angklung bersama Kang Yayan Udjo. Hanya dalam waktu
singkat, kami akan dapat memainkan angklung layaknya para pemain SAU. Dalam
sesi Angklung Interaktif, para penonton akan diajak untuk bermain angklung
bersama.
Dalam
perkembangannya, angklung mulai dikenal secara luas oleh masyarakat. Permainan
angklung yang baik akan tercipta bila diatara pemain terdapat kekompakan agar
melodi dalam lagu dapat mengalir dengan indah dan terus berkesinambungan.
Karenanya, diharapkan bahwa lewat angklung akan tercipta permainan dunia dengan
jalan bermusik karena music adalah universal dan angklung dapat digunakan sebagai sarana pemersatu
untuk mempersatukan segala perbedaan budaya dari Negara yang berbeda pula.
Pagelaran Angklung Khusus yang dibuat oleh Bapak Daeng Soetigna (Alm) disambut
baik oleh kalangan akademis sebagai suatu alat pembantu pendidikan music dan
sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan angklung memiliki
sifat 5M: Mudah, Murah, Mendidik,
Menarik, dan Masal.
Acara pegalaran berakhir dengan Angklung Orkestra yang
dimainkan oleh murid senior SAU. Angklung sering dimainkan sebagai sebuah
orchestra, sering juga dikombinasikan dengan permainan alat music seperti
gitar, perkusi dll. Angklung dapat memainkan hampir semua jenis lagu, klasik,
kontemporer, pop serta mengiringi vocal. Di satu sisi, keistimewaan angklung
adalah alat music yang sangat menarik dibawakan secara masal, di sisi lain
permainan angklung yang baik akan tercipta bila diantara pemain terdapat
kekompakan. Alunan angklung ini akan membawa penonton bergembira dengan menari
bersama murid-murid dari SAU.
Akhir perjalanan kami menyusuri setiap acara di SAU
adalah kami lebih mencintai Negara ini. Warisan budaya yang begitu luhur.
Dengan Angklung, alat musik yang sederhana bisa mengubah alunan musik apapun
menjadi luar biasa. Musiknya dapat menyusuri setiap Negara-negara didunia.
Musiknya mengalun memberikan semangat tersendiri. Di SAU ini kami melihat acara
dari pertunjukan wayang golek sampai
pagelaran Angklung Orkestra memang
benar-benar memperlihatkan eksotisme kebudayaan Indonesia.